Define Happiness.
I define happiness as ... that sense of warmth that begins at the core of the soul, spreads to the heart, and radiates outward from the eyes and lips of those who know it. The gift of happiness is elusive, but tangible. You cannot seek to find that which makes you happy for happiness comes from within and by your own choice. - Dale Reddish, Maryland, USA
Saya kira kita hidup dengan sering mencari kebahagiaan. Kebahagian yang mampu diperoleh dengan berbagai rupa. Yang pasti, setiap individu mendefinisikan kebahagiaan itu dengan perspektif yang berbeza. Justeru, kita lihat berbagai cara mereka gunakan untuk mencapai kebahagiaan.
Sering juga, para manusia itu tertipu akan kebahagiaan. Mereka kira, itulah kebahagian, mereka kira inilah kebahagiaan. Dengan itu, terkadang mereka melakukan apa sahaja demi kebahagiaan itu, meskipun terkadang ianya diluar penilaian rasional dan terkadang jelas melanggar batas-batas yang ditetapkan Allah Azzajawalla. Dan, andainya kebahagiaan kemuncak mereka direntap, mereka lebih sanggup untuk mati dari hidup didalam dunia tanpa ‘kebahagiaan’.
Disinilah pentingnya kita muslim mempunyai kemahiran untuk membezakan yang manakah kebahagiaan yang muncul dari iman dan kebahagiaan yang muncul dari nafsu. Mata hati kita sebenarnya mampu berkata-kata andai kita selaminya dengan penuh keimanan dan petunjuk wahyu. Namun, sering manusia menilainya dengan neraca nafsu semata.
Justeru kita lihat, Juliet membunuh diri apabila Romeo, kebahagiaannya direntap darinya
Justeru kita lihat, Kurt Cobain membunuh diri apabila karier muziknya tidak memberikan kebahagiaan seperti yang diimpikannya
Justeru kita lihat, Layne Staley sanggup mati dalam kebahagiaan khayalan dadah hasil neraca nafsunya
Justeru kita lihat, Christopher Foster, seorang millionaire, membunuh diri apabila syarikat yang menjadi sumber kekayaannya jatuh bankrupt
Sungguh unik alam ciptaan Allah ini, penuh kepelbagaian ragam sang manusia…
Dan dalam konteks masyarakat kita hari ini, terlalu banyak cara mereka-mereka menggarap kebahagiaan.
Ada yang merasakan dengan ber’couple’ itulah mereka bisa bahagia
Ada yang merasakan dengan mengumpul duit sebanyak-banyaknya mereka bisa bahagia
Ada yang merasakan dengan menjadi glamour dan ramai peminat mereka bisa bahagia
Ada yang merasakan dengan menaiki kereta yang hebat dan cool mereka bisa bahagia
Ada yang merasakan dengan mengunjungi kelab-kelab malam mereka kan bisa bahagia
Ada yang merasakan dengan memiliki rumah sebesar istana Sultan Brunei itulah mereka kan bahagia
Benar, perkara-perkara itu adalah kebahagiaan, persoalannya, adakah ianya kebahagiaan yang hakiki atau kebahagiaan yang menipu dari neraca nafsu ?
Dan sesungguhnya Kami jadikan isi Neraka Jahannam kebanyakan jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak bahkan lebih sesat lagi.Mereka itulah orang-orang yang lalai. ( Al A’raf 179)
Mungkin sekali seorang muslim itu sangat patut berkongsikan kebahagiaan kemuncaknya didunia…
Dengan gerbang pernikahan ?
Dengan majlis graduasi ?
Dengan karier mantap ?
Dengan kereta idaman ?
Saya tidak tahu, namun mungkin kata-kata Hassan Al-Banna ini boleh dijadikan renungan,
"Kebahagiaan kita tidak terletak pada harta, tidak pada penampilan diri, tidak juga pada gemerlap perhiasan dan keindahan dunia. Ukuran kebahagiaan terkait erat pada hati dan ruh manusia yang mendamba ridha Tuhannya."
Dan mungkin, kata-kata Denis Waitley ini juga patut kita renungkan,
"Happiness cannot be travelled to, owned, earned, worn or consumed. Happiness is the spiritual experience of living every minute with love, grace, and gratitude."
Namun,
Sehebat mana pun kebahagiaan itu….
Sehebat manakah jika dibandingkan kebahagiaan yang wujud dikala sujudnya kita pada rabb kecintaan kita dikala malam sunyi dimana kita menangisis segala dosa kita dan segala keterbatasan kita ? Dimana kita terlepas dari sebarang keterikatan dunia dan hanya berkhalwat dengan ilah kecintaan kita semata.
Saya pasti ikhwah semua tahu apa yang saya katakan. Betapa manisnya kebahagiaan itu yang tidak mampu kita luahkan dengan kata-kata
Satu kebahagiaan yang menyebabkan para sahabat thabat di jalanNya walau dengan segala mehnah dan seksaan
Satu kebahagiaan yang Rasulullah katakan ‘bisa membikin iri hati pada kaisar-kaisar dan kisra-kisra’
Itulah kebahagiaan hakiki.
Dan, saya tidak berhenti disini
Sehebat manakah lagi, jika dibandingkan dengan kebahagiaan melihat wajah rabb dan ilah kecintaan kita di akhirat kelak. Apabila hijab itu dibuka dan kita biasa melihat wajahNya yang sudah kita tunggu-tunggu dan rindui sejak sekian lama di dunia fana ini. Apabila kita melihat wajah kekasih kita melindungi kita dari segala bahaya dunia, yang melimpahkan rahmat dan rezeki tikamana kita didunia, yang kita sering menyengkang mata untuk berkhalwat dengannya
Yang memilih jiwa-jiwa kita untuk berada disyurga.
Dan, Yang menciptakan perasaan bahagia di hati manusia.
Tika itu, berbahagialah kafilah orang-orang yang beriman
Kerna itulah, kebahagiaan hakiki yang bias dimiliki seorang hamba!.
Kebahagiaan infiniti dari Sang pencipta bahagia.
An-Naba’ , 31-36
31 Sesungguhnya bagi orang bertakwa (takut akan Allah, dengan melakukan seala yang di suruh dan meninggal segala yang dilarang) ada tempat kemenangan (pasti ia akan mendapat tempat yang senang gembira dan bahagia.)
32 (Iaitu) taman-taman dan kebun-kebun anggur (dan berbagai pohon yang digemari dan terasa lezat).
33 Dan perawan-perawan (bidadari yang berupa gadis-gadis yang semua) sebaya.
34 Dan piala (gelas-gelas minuman yang selalu) tersedia penuh (tidak berkurang).
35 Di sana pun tidak terdengar suara laghu ( yang melalaikan, keji, tidak sopan) tidak pula (perkataan yang) dusta.
36 Sebagai pembalasan dari Tuhanmu, (pemberian dari karunia-Nya) yang tiada terbatas, dan tiada hitungan.
0 comments:
Post a Comment